Review Kebijakan: Agroforestri sebagai Cita-Cita Penyelesaian Konflik Agraria, Sumberdaya Alam dan Lahan di Indonesia

Oleh: Aenunaim

Gambar 1. Kasus konflik sumber daya lahan di 22 provinsi di Indonesia pada tahun 2012.
Sumber: HUMA https://huma.or.id/en/pusat-database-dan-informasi/outlook-konflik-sumberdaya-alam-dan-agraria-2012-3.html. Dilihat pada tanggal 27 Juni 2018.

Sebaran konflik
Konflik sumberdaya alam (SDA) dan agraria terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) encatat 232 kasus konflik sumber daya lahan di 22 provinsi di Indonesia pada tahun 2012 (Gambar 1).

Sementara, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA)1 mencatat 139 kasus konflik lahan atau agraria di enam provinsi, yaitu Riau 36 kasus, Jawa Timur 34 kasus, Sumatera Selatan 23 kasus, Sulawesi Tenggara 16 kasus, Jawa Barat dan Sumatera Selatan 15 kasus, Lampung 15 kasus pada tahun Kasus konflik agraria terjadi pada wilayah seluas 400.430 hektar dan melibatkan 108.714 Kepala Keluarga.

Gambar 2. Sumber: Catatan Kelam Konflik Agraria di Indonesia, Dini Nurilah 21 Mar 2017 (liputan 6.com). https://www.liputan6.com/news/read/2893265/catatan-kelamkonflik-agraria-di-indonesia. Dilihat pada tanggal 27 Juni 2018.
Gambar 3. Sumber: Catatan Kelam Konflik Agraria di Indonesia, Dini Nurilah 21 Mar 2017 (liputan 6.com). https://www.liputan6.com/news/read/2893265/catatan-kelamkonflik-agraria-di-indonesia. Dilihat pada tanggal 27 Juni 2018.

Sepanjang tahun 2016, Ombudsman RI mencatat 450 konflik agraria pada luasan 1.265.027 hektar2 yang tersebar pada delapan sektor di 34 provinsi (Gambar 2). Kasus terbanyak terjadi pada sektor perkebunan, properti dan infrastruktur. Kasus konflik dengan luas lahan terbesar terjadi pada sektor perkebunan dan kehutanan. Enam provinsi dengan jumlah kasus konflik terbanyak adalah Riau 44 kasus (9,78%), Jawa Timur 43 kasus (9,56%), Jawa Barat 38 kasus (8,44%), Sumatera Utara 36 kasus (8,00%), Aceh 24 kasus (5,33%), dan Sumatera Selatan 22 kasus (4,89%) (Gambar 3).

Lebih lanjut, KPA melaporkan bahwa pada tahun 2017 telah terjadi peningkatan kasus konflik secara signifikan, yaitu sebesar 50% dibandingkan tahun 2016.3 Tercatat 659 kasus konflik agraria sepanjang 2017, dengan luasan mencapai 520.491,87 ha.

Aktor dan Korban di balik kasus-kasus konflik lahan

Gambar 4

KPA mencatat bahwa selama tahun 2016, kasus-kasus koflik agrarian terjadi antara masyarakat dengan perusahaan (172 kasus), masyarakat dengan pemerintah (101 kasus) dan sesama warga masyarakat (65 kasus) (Gambar 4). Masyarakat umumnya menjadi korban dalam kasus-kasus konflik agrarian, bahkan sampai terjadi korban meninggal dunia.

Skema Penyelesaian Konflik SDA, Agraria dan Lahan di KLHK
Beberapa tahun terakhir, kebijakan untuk memprioritaskan pengelolaan hutan oleh masyarakat melalui berbagai skema berupa perijinan, kemitraan maupun hutan adat, dipercaya akan memberi kontribusi Skema Penyelesaian Konflik SDA, Agraria dan Lahan di KLHK positif pada tata kelola hutan secara keseluruhan dalam jangka panjang. Upaya dalam penanganan konflik sumberdaya alam dan agraria tersebut telah banyak dilakukan, mulai dari peningkatan kapasitas dan wawasan masyarakat4, mekanisme pembaharuan mulai dari metode (Mediasi)5 dan model sampai pada ranah kebijakan publik.678

Satu hal yang menarik adalah upaya pemerintah dalam penanganan konflik melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan skema program Perhutanan Sosial910, Pemerintah mengalokasikan 12,7 juta ha untuk Program Perhutanan Sosial (PS) yang tujuannya adalah pemerataan ekonomi masyarakat.

Pemberian hak akses kelola seluas 12,7 juta ha tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi11. Perhutanan Sosial dilaksanakan dengan 5 skema: Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat (HA)12. Hingga pertengahan Februari 2018, capaian pemberian hak akses kelola kawasan hutan dalam program PS telah mencapai 1,46 juta ha dari target 2 juta ha di tahun 2018. Rincian luasan ijin yang telah dikeluarkan adalah HD seluas 772.000 ha, HKm 323.000 ha, HTR 250.000 ha, Kemitraan Kehutanan 94.000 ha, dan HA 22.000ha. Secara keseluruhan diharapkan dapat terealisasi sebesar 4,38 juta ha sampai dengan tahun 201913.

Pelaksanaan Perhutanan sosial melalui skema HD, HKm, HTR, Kemitraan dan HA dianggap paling efektif sebagai solusi dalam penangan kasus konflik SDA, Agraria dan Lahan, dengan harapan dapat melestarikan SDA sekaligus keadilan sosial bagi kemakmuran masyarakat. Secara umum, model agroforestri memungkinkan untuk diterapkan dalam skema-skema PS.

Agroforestri sebagai Resolusi Konflik SDA, agrarian dan lahan Mengingat ada berbagai definisi dan sistem agroforestri yang berkembang, maka muncullah pertanyaanpertanyaan mengenai penerapan agroforestri dalam skema PS. Agroforestri yang mana yang mampu berperan dalam melestarikan ekosistem sekaligus kemakmurkan masyarakat? Bagaimana peran agroforestri sebagai ujung tombak dalam resolusi konflik SDA, agraria dan lahan?

Pada prinsipnya, secara teori, agroforestri dapat meliputi rentang yang luas dari sistem-sistem pemanfaatan lahan primitif, tradisional 14 maupun modern (Hairiah dkk 2003)14. Agroforestri dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan; serta memanfaatkan potensipotensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumberdaya beserta lingkungannya15. Lebih lanjut dijelaskan bahwa agroforestri memiliki empat bentuk kombinasi pemanfaatan lahan yaitu; kehutanan, pertanian dan peternakan. Kombinasi tersebut biasa disebut Agrosilvikultur, Agropastura, Silvopastura, dan Agrosilvopastura.

Lebih lengkap dijabarkan oleh Sardjono dkk (2003)16 yang mengklasifikasikan agroforestri menjadi tujuh model dan dua pola kombinasi berdasarkan; 1) Komponen, 2) Istilah teknis yang digunakan, 3) Masa perkembangan, 4) Zona agroekologi, 5) Orientasi ekonomi, 6) Sistem produksi dan 7) Lingkup manajemen. Pola kombinasiditentukan berdasarkan dimensi waktu dan atau tata ruang.

Banyak istilah dalam mengartikan apa itu agroforestri, namun secara konsep, dari mulai lahirnya agroforestri sampai perkembangannya, dari tahun 1970an sampai sekarang, disimpulkan memiliki 4 perubahan mendasar (van Noordwijk, 2017)17; 1) pertanian dan kehutanan yang dipandang benar-benar terpisah, 2) sistem penggunaan lahan dan teknologi yang menggabungkan tanaman tahunan dengan tanaman semusim dengan atau tanpa ternak pada unit pengelolaan lahan (plot) yang sama pada waktu yang sama maupun secara sekuen, 3) sistem pengelolaan sumber daya alam yang dinamis yang mengintegrasikan pepohonan dengan tanaman semusim di lahan pertanian yang merupakan bagian dari bentang alam, dan 4) sistem pengelolaan lahan yang bisa menjembatani antara sistem pertanian dan kehutanan, yang menggabungkan aspek keduanya, termasuk penanaman pohon terencana dalam lahan pertanian.

Dalam praktiknya, penggunaan istilah, jenis, bentuk dan model agroforesty, tergantung pada tujuan dan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dilapangan, yang mana agroforestri yang dianggap paling penting dalam menangani permasalahan lingkungan, SDA, lahan dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Terutama petani dan pengelola lahan.

Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan agroforestri sebagai bagian dari upaya resolusi konflik SDA, agragia dan lahan adalah: 1) dibentuknya Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri (BPTA) melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.22/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja BalaiPenelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri, 2) penerapan agroforestri pada hutan rakyat berdasarkan pasal 16(1) PermenLHK P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9/Menhut-Ii/2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan,yang menyebutkan bahwa pengayaan hutan rakyat dilaksanakan pada areal kebun campuran atau agroforestri dengan jumlah tegakan paling banyak 200 (dua ratus) batang per ha, 3) adanya sistem jaminan pembiayaan model agroforestri pada tingkat pelaksanaan dengan skema pinjaman wanatani (agroforestri) yang dikeluarkan oleh Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan18.

Pinjaman Wanatani ini digunakan untuk membiayai usaha kehutanan on-farm utuh dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan hutan melalui budidaya kombinsi tanaman kehutanan sebagai tanaman pokok dengan komoditas non kehutanan (permenLHK P.59/Menlhk-Setjen/2015. PerKa P3H P.2/P2H/APK/SET.1/11/2016 dan P.3/P2H/APK/SET.1/11/2016). Skema pembiayaan oleh APBN tersebut sebagai bentuk dukungan untuk resolusi konflik, yang mana di Indonesia hanya sistem agroforestri yang dapat menjamin pembiayaan penanaman, baik bagi hasil maupun pinjaman dalam pengelolaan lahan dan hutan.

Kebijakan pemerintah dalam menempatkan agroforestri sebagai penanganan konflik SDA, agraria dan lahan, telah ada mulai dari kebijakan dalam penyediaan lembaga penelitian dan pengembangan, mengintegrasikan dalam program-program lain, kewenangan, aturan bahkan pembiayaan. Meskipun demikian peran fasilitator untuk mendampingi masyarakat dalam mengembangkan agroforestri sesuai keinginan masyarakat dan adanya jaminan terhadap akses pasar dan modal masih sangat diperlukan.


  1. https://www.merdeka.com/uang/6-daerah-ini-gudangnya-konflik-lahan-di-tanah-air.html. Dilihat pada tgl 27 Juni 2018 ↩︎
  2. http://www.mongabay.co.id/2017/01/12/konflik-lahan-2016-sektor-perkebunan-tertinggi-didominasi-sawit/. Dilihat pada tanggal 27 Juni 2018 ↩︎
  3. https://nasional.kompas.com/read/2017/12/27/14592061/659-konflik-agraria-tercatat-sepanjang-2017-mencakup-lebih-dari-500000. Dilihat pada tanggal 27 Juni 2018 ↩︎
  4. http://wg-tenure.org/2017/08/04/peluncuruan-desk-resolusi-konflik-lahan-dan-pengelolaan-sumber-daya-alam-kabupaten-kapuas-hulu/. Dilihat 27 Juni 2018 ↩︎
  5. Perdirjen PSKL No. P.4/PSKL/SET/PSL.1/4/2016 tentang Pedoman Mediasi Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan ↩︎
  6. Muhdar, Muhammad, Nasir. Resolusi Konflik terhadap sengketa penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam, Kertas Kerja Epistema No.03/2012, Jakarta: Epistema Institute (http://epistema.or.id/resolusi-konflik/) ↩︎
  7. Ahmad Zazali. Mediasi sebagai Mekanisme Penyelesaian Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam di Indonesia (https://azlawconflictresolution.com/2017/12/22/mediasi-sebagai-mekanisme-penyelesaian-konflik/) ↩︎
  8. Sulastriono. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No.2 Desember 2014. Penyelesaian Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Pranata Adat. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. Jalan Sosio Justisia No. 1, Bulaksumur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ↩︎
  9. http://presidenri.go.id/berita-aktual/perhutanan-sosial-sejahterakan-masyarakat-sekitar-hutan.html. Dilihat pada tgl 29 Juni 2018 ↩︎
  10. https://foresteract.com/perhutanan-sosial/. Dilihat pada tanggal 25 Juli 2018 ↩︎
  11. http://www.menlhk.go.id/berita-10323-strategi-percepatan-perhutanan-sosial-klhk.html. Dilihat tanggal 25 Juli 2018 ↩︎
  12. http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/1092. Dilihat tanggal 25 Juli 2018 ↩︎
  13. http://www.menlhk.go.id/berita-10323-strategi-percepatan-perhutanan-sosial-klhk.html. Dilihat tanggal 29 Juli 2018 ↩︎
  14. Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bahan Ajar Agroforestri 1. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF). ↩︎
  15. Yuyun Yuwariah AS. 2015. Potensi Agroforestri Untuk Meningkatkan Pendapatan Kemandirian Bangsa, Dan Perbaikan Lingkungan. Guru Besar Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung – Sumedang 21 Jatinangor 40600. http://www.fordamof.org//files/Semnas_Af_2015_Prof_Yuyun.pdf ↩︎
  16. Mustofa Agung Sardjono, Tony Djogo, Hadi Susilo Arifin dan Nurheni Wijayanto. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. Bahan Ajaran Agroforestri 2. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Indonesia. ↩︎
  17. van Noordwijk M. 2017. Definisi Agroforestri Dalam Konteks Bioekonomi, Bentang Lahan Dan Kebijakan: Dinamika Konsep Agroforestri. Kiprah Agroforestri. Edisi Khusus 25 Tahun ICRAF Asia Tenggara. Volume 10 No. 2 – Agustus 2017. Bogor, Indonesia: World Agroforestri Centre (ICRAF). ↩︎
  18. https://blup3h.id/jenis-layanan-pembiayaan-usaha-kehutanan/pinjaman-wanatani/. Dilihat pada tanggal 29 Juli 2018 pukul 21.40 WIB ↩︎

CATEGORIES:

Uncategorized

Comments are closed

Pencarian

Bagikan