“Pagi ini kita sudah harus sepakat tentang kriterianya. Kalau tidak, akan mengalami kesulitan di lapangan,” tegas Gerhard di hadapan tim peneliti, pagi tanggal 8 September 2008 lalu.
Hari pertama kedatangan tim peneliti di Gunung Kidul diisi dengan diskusi kriteria pemilihan lahan untuk dijadikan demoplot penelitian pengaruh intensitas pemangkasan dan penjarangan terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas kayu jati. Praktik silvikultur agroforestri jati di daerah penelitian memang sangat beragam. Pengaturan jarak tanam dan pemeliharaan cenderung belum mengikuti pola yang dianjurkan. Tim peneliti perlu cermat dalam menentukan kriteria pemilihan lahan demoplot agar tetap memenuhi kaidah metodologi penelitian.
Jarum jam di Wisma Joglo Samiaji, Wonosari, sudah menunjukkan tepat pukul 11.30 siang. Bukannya menemukan kesepakatan, diskusi malah memunculkan berbagai pertanyaan baru.
“Kalau begitu, kita langsung ke lapangan. Kita perlu melihat langsung kondisi lahan petani yang sebenarnya. Hasil pengamatan siang ini akan kita diskusikan nanti malam,” kata Gerhard mengakhiri diskusi seraya mengingatkan anggota tim akan sempitnya waktu yang tersedia. Mereka memang sedang berpacu dengan waktu. Target kunjungan lapangan yang direncanakan sampai tanggal 14 September adalah terpilihnya 6 demoplot penelitian dan ditandatanganinya kesepakatan dengan para petani pemilik lahan. Untuk mencapai target tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah.
Tim peneliti gabungan dari berbagai lembaga penelitian tersebut segera berkemas menuju Dukuh Sumber, Desa Candirejo, yang termasuk wilayah Kecamatan Semin, satu dari 7 kecamatan di lokasi penelitian. Dua kendaraan niaga yang mereka sewa segera meninggalkan penginapan menerobos siang yang panas.
Setengah hari ternyata tidak cukup untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Pada hari kedua dan ketiga, tim harus kembali ke beberapa lokasi penelitian lain yang berjarak antara 1 sampai 1,5 jam ke arah utara dan selatan kota kabupaten tempat mereka menginap. Kenyataan bahwa jati umumnya ditanam di pinggir sebagai batas lahan membuat tim kesulitan menemukan lahan jadi dalam bentuk petak (block planting) untuk dijadikan blok penelitian. Di beberapa tempat, petani bahkan sudah pernah melakukan pemangkasan sehingga pohon jatinya tidak bisa dijadikan kontrol. Di samping itu, usia tanam dan diameter pohon kadang sudah melebihi batas optimal yang diperlukan untuk penelitian. Hal baru yang ditemukan pada saat kunjungan lapangan antara lain dominannya trubusan di suatu hamparan.
Pak Jim menjelaskan, “Di daerah selatan Gunung Kidul dengan karakteristik permukaan lahan berbatu dan kerapatan tanam rendah, penjarangan tanaman mungkin bukan opsi terbaik. Ada banyak trubusan yang dibiarkan tumbuh. Ini dapat dimengerti karena petani kesulitan menemukan lubang tanam dengan kedalaman tanah (solum) yang cukup untuk pertumbuhan jati.”
Pak Jim bahkan mengusulkan agar penelitian di daerah selatan diarahkan untuk mengetahui efektifitas pengurangan trubusan (singling) terhadap pertumbuhan, produksi, dan kualitas jati. Rancangan penelitian harus dirubah. Hal ini ternyata bukan menjadi kendala karena sudah diantisipasi pada saat proposal penelitian dikembangkan, mengingat sifat penelitian aksi (action research) yang diterapkan perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada di lokasi penelitian.
Denta Anggakusuma, analis statistik ICRAF yang bertanggungjawab menganalisa data, membenarkan. “Pada dasarnya alat-alat statistik diciptakan untuk mengakomodir setiap perubahan dalam rancangan penelitian. Hanya saja, dengan bertambahnya variabel penelitian, maka diperlukan alat statistik lainnya.”
“Untuk mengetahui kombinasi pemangkasan dan penjarangan terbaik, kami menggunakan rancangan faktorial. Tetapi dengan adanya perubahan fokus penelitian di daerah selatan hanya pada trubusan, maka kami akan menggunakan rancangan kelompok acak lengkap (completely randomized block design) untuk bisa menghasilkan rekomendasi penelitian yang diharapkan,” jelas Denta ringan.
“Penelitian aksi memang sangat sesuai dengan kebutuhan kami,” imbuh Gerhard yang saat ini sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan S3 di Australian National University – Australia. “Penelitian aksi memberi kesempatan kepada petani untuk terlibat dalam perancangan dan pelaksanaan penelitian. Interaksi intensif antara kami sebagai wakil dari lembaga penelitian dengan para petani sebagai aktor utama kegiatan agroforestri di lapangan juga akan terbangun secara baik. Ini akan memudahkan adopsi hasil-hasil penelitian oleh petani bila kelak penelitian sudah selesai.” [AF/IK]
Comments are closed