Oleh: Subekti Rahayu
“Bertani secara organik sangat baik bagi ekonomi dan lingkungan, tetapi menuai banyak tantangan”, ungkap Pak Widi Wahyuno, seorang petani di Desa Pereng, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Pak Yuno, panggilan akrabnya, adalah alumni SMA Negeri Sentolo di Kulon Progo yang aktif bertani pada lahan sawahnya seluas kurang lebih 2 hektar dengan cara organik, yaitu tidak memupuk dengan pupuk kimia dan tidak menerapkan penyermprotan pestisida. Cara yang diterapkan ternyata tidak memberikan keutungan yang optimal karena produktivitasnya relatif rendah. Namun, Pak Yuno dan istrinya yang alumsi Universitas Negeri Jember, Jawa Timur tidak menyerah. Keduanya berfikir untuk mencari opsi-opsi untuk meningkatkan produktivitas lahannya yang terbatas.
Menerapkan diversifikasi jenis pada sebidang lahan
Dengan tekat kuat Pak Yuno mengubah sebagian lahan sawahnya menjadi kebun buah naga, kolam ikan, dan kandang itik. Pada lahan sawah seluas 2500 m2 yang disulap menjadi kebun, kolam dan kandang ini Pak Yuno menanam 1000 batang buah naga. Sebanyak 6 buah kolam berukuran masing-masing 30 m x 6m ditempatkan di antara barisan buah naga. Lima jenis ikan, yaitu patin, lele, gurami, bawal dan nila dibudidayakan di kolam tersebut.
Bagian pinggir kolam ditanami singkong yang daunnya dimanfaatkan untuk makanan ikan. Selain daun singkong, ikan diberi makan daun enceng gondok yang tumbuh di dalam kolam dan dibiarkan tidak dibersihkan kecuali sudah sangat rimbun dan mengganggu pertumbuhan ikan. Protein untuk ikan piaraannya, Pak Yuno mengumpulkan ayam-ayam mati dari para peternak Menerapkan diversifikasi jenis pada sebidang lahan ayam secara gratis, hanya perlu biaya transport. Ayam-ayam mati ini direbus, kemudian dicacah untuk makanan ikan.
Selain kolam pembesaran ikan, di sebelahnya dibuat kolam untuk pembenihan ikan. Ada 4 kolam pembenihan berukuran 6 m x 10m. Benih ikan ditangkarkan sendiri oleh Pak Yuno. Benih yang baik di jual, sedangkan yang kurang baik dibesarkan sendiri dalam kolamnya. Di sekeliling kolam pembenihan ditanam pohon kelapa dan pisang. Daun pisang dimanfaatkan juga untuk makanan ikan.
Di antara kolam dan tanaman buah naga, lahan dimanfaatkan untuk menanam sayur-sayuran seperti kacang panjang, cabai, tomat dan terong. Hasil tanaman sebagian dijual dan sebagian untuk konsumsi sendiri. Beberapa batang lada sedang dicoba ditanam tetapi belum menghasilkan. Pohon jeruk, jambu air dan tin ditanam di pinggir kolam sebagai pelengkap, karena pohon tersebut menghasilkan seresah daun yang membuat kotor kolam sehingga dihindari.
Perawatan tanaman buah naga yang dilakukan oleh Pak Yuno, adalah menyemprot bahan organik berupa campuran air seni kelinci yang juga dipelihara di rumahnya dengan daun kamboja dan EM4 sebagai starter. Ramuan ini adalah hasil trial dan error yang dilakukan oleh istri Pak Yuno. Mengapa menggunakan daun kamboja? Ide menggunakan daun kamboja adalah berdasarkan pengamatan bahwa selama ini jarang ditemukan hama yang menyerang daun kamboja. Bu Yono menduga, ada bahan kimia tertentu yang terkandung di dalamnya yang bersifat repellent, tetapi sampai saat ini belum melakukan uji
laboratorium dan belum menemukan referensinya.
Perawatan lain yang dilakukan untuk tanaman buah naga adalah memangkas secara teratur dan meremajakan tanaman yang kurang produktif. Hasil pangkasan dikembalikan ke kebun untuk mulsa ditambah dengan pembersihan enceng gondok dari kolam-kolam ikan.
Selain ikan dan buah naga sebagai usaha tani utama, di atas kolam ikan pembesaran dibuat kendang untuk beternak itik terutama pada musim kemarau. Pembuatan kandang di atas kolam ikan ini bermaksud untuk mengurangi penguapan di atas kolam pada musim kemarau. Keberadaan kolam, selain untuk memelihara ikan juga untuk mempertahankan air sesuai kebutuhan tanaman buah naga. Kebutuhan air untuk buah naga dan kolam ikan ini diambil dari 2 sumur yang dibuat di kebun.
Peningkatan pendapatan dari diversifikasi jenis

Sebelumnya, Pak Yuno hanya mengandalkan hasil padi dari sawahnya. Namun, saat ini ada banyak komoditi yang bisa dipanen dari lahannya dengan input yang sangat rendah karena semuanya dibudidayakan secara organik. Pendapatan utama dari pembesaran ikan, buah naga dan itik tidak kurang dari Rp. 250,000,000,- per tahun (Tabel 1). Hasil tersebut belum termasuk penjualan itik yang biasanya dijual Rp. 25,000 per ekor, 2 kali panen per tahun, sayur-sayuran, kelinci yang dipelihara di rumah, tetapi air seninya dimanfaatkan untuk pupuk organik, padi dari sebagian lahan yang tidak dikonversi dan benih-benih ikan yang ditangkarkan di kolam.
Faktor pendukung keberhasilan petani
Pak Yuno mengaku bisa menjadi petani seperti saat ini tidak hanya karena Faktor pendukung keberhasilan petani keuletan dan kemauannya, tetapi dulu dia ikut dalam kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Mina Handayani. Dari pelatihan-pelatihan yang diterima ketika menjadi anggota kelompok tani itulah yang menjadi bekal untuk menangkarkan benih-benih ikan. Sayangnya kelompok tani tersebut saat ini kurang aktif, sehingga Pak Yuno memilih untuk menjadi petani mandiri. Berdasarkan pengalaman dari Pak Yuno menunjukkan bahwa mengoptimalkan pemanfaatan lahan melalui diversifikasi jenis komoditi yang diusahakan berpeluang meningkatkan pendapatan petani dan bermanfaat bagi lingkungan.
Comments are closed