Katuk dan Kucai untuk Jakarta

“Keduanya harus serentak,” jawab Haji Udi, petani dari Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Bogor, ketika ditanya mana yang lebih dahulu dikerjakan, bercocok tanam ataukah memastikan tersedianya pasar tempat menjual hasil. Umum diketahui bahwa selama ini berbagai pihak telah membantu petani meningkatkan hasil pertanian, tetapi saat panen tiba petani kebingungan karena tidak tahu kemana akan menjual hasilnya. Pasar tidak disiapkan!

Dari pengalaman tersebut, tim peneliti dari World Agroforestry Centre (ICRAF) mencoba membantu petani dengan menerapkan pendekatan terbalik, yaitu menyiapkan pasar sebelum memulai proses produksi. Bersama Institut Pertanian Bogor, ICRAF melaksanakan Proyek Penelitian
dan Pengembangan Sayuran di Lahan Wanatani yang merupakan bagian program bertajuk Sustainable Agriculture and Natural Resource
Management atau SANREM atas dukungan dana USAID (United States Agency for International Development).

“Kurangnya informasi pasar, terpencilnya lokasi produksi, serta buruknya akses ke lokasi tersebut, merupakan permasalahan umum yang dihadapi petani,” demikian jelas Iwan Kurniawan – peneliti pemasaran ICRAF.

Bersama timnya, Iwan membantu petani mengumpulkan informasi pasar secara cepat melalui metode RMA atau Rapid Market Appraisal. Dengan metode ini, petani akan dapat memahami kompleksitas pasar yang akan menjadi pedoman dalam menentukan keputusan produksi.

“Melalui RMA kita juga dapat mengetahui produk pertanian apa yang sedang diminati pasar, kualitas maupun kuantitasnya, kapan dan dimana permintaan tersebut muncul, serta harga yang berlaku.”

Untuk desa Parakan Muncang, Hambaro, dan Sukaluyu di Kecamatan Nanggung yang menjadi lokasi penelitian ICRAF, tim peneliti menyarankan pengembangan sayuran katuk (Sauropus androgynusí) dan kucai (Allium tuberosum). Kedua jenis sayuran ini banyak dicari warga Jakarta. Dengan biaya investasi yang relatif rendah, harga jual juga relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan jenis sayur lain.

Sebanyak 6 plot di ketiga desa tersebut dijadikan lahan ujicoba untuk mengumpulkan data produksi dan potensi keuntungan. Dalam ujicoba ini, sebanyak 60.000 stek katuk dan 50 kg bibit kucai disebarkan di ketiga desa tersebut. Untuk memastikan penyerapan pasar, kerjasama dibangun dengan seorang pedagang sayur dari Jakarta (Pasar Cengkareng) yang setuju membeli semua sayur katuk dan kucai yang diproduksi oleh petani.

Seorang petani desa Sukaluyu bernama Pak Arsyad turut menyediakan lahannya dalam proyek uji coba penanaman sayur katuk. Dia mengatakan bahwa selama ini dia mengikuti apa yang diarahkan ICRAF mengenai cara-cara menanam dan memupuk. ”Kelak bila berhasil, kami diwajibkan menggulirkan bantuan yang kami terima kepada petani lainnya,” jelas Pak Arsyad.

Tanggal 2 Juni lalu, bersama dengan sekitar 100 petani dari ketiga desa lokasi penelitian, Haji Udi dan Pak Arsyad menghadiri pelatihan “Pasca Panen Sayuran Katuk” yang diadakan di Agromedika – lokasi penelitian dan pengembangan tanaman obat seluas 2 hektar milik PEMDA Kabupaten Bogor di Desa Hambaro di bawah pengelolaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pelatihan ini bertujuan untuk mengenalkan teknik memanen dan mengikat katuk kepada para petani peserta program.

Beberapa petak lahan di Agromedika juga merupakan lokasi uji coba penanaman sayur katuk. Selama pelatihan, para peserta diajak melihat langsung cara memanen katuk di lahan tersebut. Di bagian lain lokasi Agromedika, para peserta mempelajari teknik mengikat katuk.

Membahas masa depan Kecamatan Nanggung dalam hal produksi sayur mayur, Iwan menjelaskan, “Bila proyek ini berhasil, di Kecataman Nanggung akan dibentuk suatu badan pengelola tata niaga dan produksi sayur mayur (Nanggung Agro Enterprise) yang beranggotakan para petani dan pedagang. Badan ini akan berperan menentukan komoditas yang akan ditanam sesuai dengan kebutuhan pasar, menentukan patokan harga, dan
merupakan ajang pertemuan petani dan pembeli. Masalah kurangnya informasi pasar dan jauhnya lokasi produksi akan dapat ditanggulangi.” Bersama rekan peneliti lainnya, Iwan berharap petani Nanggung memiliki alternatif meningkatkan pendapatannya. Permasalahan banyaknya pemuda dan pemudi Nanggung yang pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan diharapkan juga bisa dipecahkan bila bertanam sayuran mampu memberikan hasil yang kompetitif.

fakta tentang katuk & kucai

  1. Bisa ditanam di bawah naungan (20-25% untuk katuk) dan menjanjikan hasil bagus bagi petani;
  2. Dalam 12 bulan terakhir, permintaan pasar dan harga relatif stabil (antara Rp. 2.000 – Rp. 2.500 per kilogram);
  3. Panen katuk sekitar 4-5 ton per hektar, dapat dipanen 5-6 kali dalam setahun (ditanam di hamparan terbuka bersama singkong). Panen singkong bisa mencapai 8-9 ton per tahun;
  4. Panen kucai sekitar 7,6 ton per hektar, dapat dipanen 7-8 kali per tahun (ditanam pada hamparan terbuka tanpa naungan);
  5. Masa produksi katuk bisa mencapai 10 tahun sementara kucai 5 tahun sebelum diganti tanaman baru;
  6. Pada tahun pertama, katuk menyumbang pendapatan petani sekitar Rp. 9,7 juta per hektar per tahun. Untuk tahun selanjutnya, bisa mencapai 2 kali lipat. Sedangkan kucai sebesar Rp. 26 juta per hektar per tahun;
  7. Anggota kelompok perempuan bisa memperoleh tambahan pendapatan sekitar Rp. 19.000 per hari dari pekerjaan membersihkan, memilah dan mengikat katuk.

CATEGORIES:

Uncategorized

Tags:

Comments are closed

Pencarian

Bagikan