
Inovasi Budidaya Karet:
Solusi Keberlanjutan untuk Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani
Karet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di pedesaan. Sebagai komoditas unggulan, karet memberikan sumber penghidupan bagi jutaan petani dan pekerja yang bergantung pada hasil getahnya. Dari perkebunan rakyat hingga industri manufaktur, karet memainkan peran penting dalam roda perekonomian, baik di tingkat lokal maupun global.
Selain sebagai komoditas ekonomi, karet juga memiliki manfaat ekologis dalam penyerapan karbon dioksida (CO₂) dan mengurangi dampak perubahan iklim, jika dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Pengelolaan perkebunan karet yang berkelanjutan menjadi kunci dalam menyeimbangkan manfaat ekonomi dan kelestarian lingkungan. Dengan menerapkan praktik budidaya yang ramah lingkungan, perkebunan karet dapat terus berkontribusi sebagai sumber penghidupan sekaligus penyerap karbon yang efektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Karet telah dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1800an, dan berkontribusi sebagai komoditas surplus dalam kinerja perdagangan sektor pertanian. Prospek pasar karet dunia masih cukup tinggi, namun fluktuasi harga karet dunia dan nasional yang kerap menurun menyebabkan beberapa petani beralih ke sektor perkebunan lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Menurunnya harga karet di tingkat petani, salah satunya disebabkan oleh perlakuan pascapanen yang kurang optimal. Banyak petani masih menggunakan metode konvensional, seperti perendaman atau pengolahan basah, yang mencemari karet dan menurunkan kualitasnya. Cara budidaya karet pun masih konvensional, tanpa pemupukan dan menggunakan bibit cabutan, sehingga hasil getah lebih sedikit. Rendahnya produksi dan harga jual yang murah membuat usaha karet belum memberikan penghidupan yang layak bagi petani.
Upaya Meningkatkan Nilai Ekonomi Karet
Petani Desa Bengkarek, bertekad untuk mengembalikan eksistensi karet sebagai komoditas unggulan desa. Nama ”Bengkarek” sendiri berasal dari ‘bank karet’, dimana desa ini dahulu berperan sebagai penyedia karet terbesar dengan kualitas baik di Kubu Raya.
Petani karet di lahan gambut Desa Bengkarek, Kabupaten Kubu Raya saat ini mendapatkan harga jual dari perusahaan sebesar Rp9.000-Rp15.000/kg bergantung pada kadar kering karet yang dihasilkan. Harga ini jauh lebih tinggi dari harga pasaran Rp7.000-Rp10.000/kg, yang dianggap tidak menguntungkan. Keberhasilan ini adalah hasil dari peningkatan pengetahuan petani dalam mengolah getah karet yang sesuai standar pasar, dan penerapan model usaha tani agroforestri karet di lahan gambut yang mengombinasikan budidaya karet dengan kopi liberika, durian, dan tanaman hortikultura lain.
Proyek Peat-IMPACTS yang didanai oleh Pemerintah Jerman, melalui BMU-IKI (BMU International Climate Initiative), bersama berbagai pihak di Desa Bengkarek, para petani karet mendapat pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Materi pelatihan mencakup pembuatan pupuk organik dan penanganan pasca panen karet. Pelatihan ini juga melibatkan mitra strategis, termasuk perusahaan karet di Kalimantan Barat yang turut memberikan informasi mengenai standar kualitas karet untuk pasar internasional.
Setelah rangkaian proses pelatihan, petani mulai menerapkan pengetahuan yang didapatkan sehingga produk karet mereka mencapai nilai standar perusahaan. Kadar karet kering yang dihasilkan oleh petani mampu mencapai 65-75%. Pengeringan seminggu menghasilkan kadar karet kering 65,2%. Pengeringan sebulan 73,11% untuk bentuk lempengan, dan 76,16% untuk bentuk bakwan, seperti pada Gambar 2. Hal inilah yang menyebabkan harga jual karet petani Bengkarek naik berkali lipat.

Untuk mendapatkan mutu dan harga jual Bahan Olah Karet Rakyat (bokar) yang baik, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu: 1) Membersihkan lateks pada tampungan (mangkok sadap) dari berbagai kontaminan; 2) Tidak mencampur cairan lateks dengan kontaminan; 3) Menggunakan koagulan (penggumpal lateks) sesuai anjuran atau bahan alami yang tidak menurunkan kualitas bokar, seperti nira aren, limbah cair pabrik tahu, ektrak belimbing wuluh, ekstrak mengkudu dan ekstrak rambutan; 4) Menyimpan karet yang sudah menggumpal di atas para-para dalam rumah penyimpanan agar tidak terpapar sinar matahari dan air hujan, sehingga dapat kering sempurna. Bokar juga tidak dianjurkan untuk direndam, dan 5) Menjalin kerja sama dengan perusahaan pengolahan bokar, sehingga petani mendapat harga jual yang sesuai dengan hasil uji kadar karet kering yang dihasilkan.
Praktik baik ini telah membawa petani memperoleh kerjasama langsung dengan perusahaan karet. Petani dapat menjual langsung karetnya kepada perusahaan tanpa perantara. Produk dijemput langsung oleh perusahaan dan harga yang diterima petani jauh lebih baik.
Transformasi Sistem Pemasaran Karet
Selama ini, skema pemasaran karet ada tiga macam. Skema pertama, Petani->Pengepul kecil desa->Pengepul besar desa->perusahaan. Skema kedua, Petani->Pengepul besar desa->Perusahaan. Skema ketiga, Petani langsung ke Perusahaan. Praktik yang umum terjadi di sekitar masyarakat adalah skema pertama dan kedua.
Petani yang tinggal jauh dari pusat desa atau kecamatan umumnya memilih skema pertama, yaitu menjual karet kepada pengepul kecil di sekitar rumah, yang kemudian meneruskannya ke pengepul besar. Pengepul besar mengangkut karet dalam jumlah besar menggunakan transportasi darat atau air menuju perusahaan. Sementara itu, pada skema kedua, petani di sekitar pusat desa atau kecamatan biasanya menjual langsung kepada pengepul besar yang memasok ke perusahaan. Melalui dua skema ini, petani umumnya menerima harga lebih rendah karena panjangnya rantai pengepul dan adanya biaya akomodasi dari desa ke perusahaan.
Skema ketiga jarang diterapkan, namun kini mulai berjalan di Desa Bengkarek melalui kerja sama langsung dengan perusahaan terdekat. Kedua pihak menyepakati aturan bersama, termasuk penjemputan hasil panen karet oleh perusahaan dengan berat minimum yang telah ditentukan. Skema ini membawa manfaat bagi masyarakat melalui sistem jual beli langsung antara perusahaan dan kelompok tani. Awalnya hanya Ketua Tim Kerja Desa (TKD) Bengkarek yang menerapkannya sesuai arahan pascapanen dari perusahaan, namun kini semakin banyak petani yang mengikuti langkah tersebut.
Agroforestri sebagai Solusi Berkelanjutan
Selain memperbaiki pengelolaan pascapanen, petani juga menerapkan sistem agroforestri dengan mengombinasikan karet, kopi, buah, dan tanaman hortikultura. Sistem ini menjaga keseimbangan ekosistem, meningkatkan kesuburan tanah, serta mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Agroforestri juga membantu mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan karbon dan memberikan pendapatan yang lebih stabil bagi petani.
Bersama ICRAF para petani membangun kebun plot percontohan yang dikelola langsung oleh kelompok TKD Bengkarek. Plot percontohan ini kemudian menjadi laboratorium alam untuk mempraktikkan seluruh pengetahuan yang diperoleh selama pelatihan, seperti pembukaan lahan tanpa bakar, memilih bibit unggul, pengelolaan jarak tanam, pengolahan dan pemberian pupuk organik, pemenuhan nutrisi tanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pengetahuan ini mendukung petani dalam mengelola usaha tani agroforestri secara berkelanjutan.
Sistem agroforestri sesungguhnya bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Desa Bengkarek, hanya saja tata kelola kebun yang dilakukan masih belum optimal. Mereka mengombinasikan tanaman karet dengan tanaman kopi yang dikenal dengan kebun campur. Kebun campur yang dikelola masyarakat Bengkarek belum memperhatikan jarak tanam, pemeliharaan, dan pasca panen yang baik. Sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas tanaman.
Setelah mengikuti pelatihan, mereka mulai mengembangkan agroforestri karet dengan mengombinasikan tanaman karet dengan kopi liberika, durian, petai, dan tanaman hortikultura. Mereka juga menerapkan penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati yang dibuat sendiri oleh petani untuk pemenuhan nutrisi tanaman.
Selain mengembangkan model agroforestri, beberapa petani juga memperbaiki tata kelola kebun karet tua dan kopi dengan melakukan peremajaan, penyiangan, pemeliharaan, pemupukan, serta penanganan pasca panen sesuai standar. Pemanenan kopi dilakukan secara selektif, hanya dengan memetik buah merah yang diolah dengan metode honey process untuk menjaga kualitas kopi.
Edukasi mengenai perbaikan tata kelola usaha tani dan pascapanen kopi juga telah diberikan. Penjualan biji kopi kini dilakukan tanpa perantara, langsung kepada mitra dengan memperhatikan kualitas biji. Kerja sama ini telah berjalan sekitar satu tahun dan direncanakan berlangsung selama lima tahun.
Keberhasilan petani Desa Bengkarek dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain. Melalui inovasi dan kolaborasi antara petani, pemerintah, dan perusahaan, karet dapat tetap menjadi komoditas unggulan yang berkelanjutan dan menguntungkan bagi semua pihak.
No responses yet