Oleh: Dhian Rachmawati
Di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata, Desa Sungai Radak Dua di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, layak menjadi model dalam upaya pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan di Kalimantan Barat. Melalui penerapan agro-silvo-fishery dengan sistem “Surjan”, Desa yang merupakan salah satu binaan Peat-IMPACTS ini telah berhasil membangun demo plot yang memadukan pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam satu ekosistem terpadu.
Inovasi Surjan untuk Lahan Gambut
Sistem Surjan, menurut Subekti Rahayu, Carbon Biodiversity Specialist ICRAF, merupakan metode pengelolaan lahan rawa gambut dengan menggunakan teknik ‘gundukan’ dan ‘cekungan’ serta pembuatan kanal untuk mengatur tata air. Istilah Surjan terinspirasi dari busana adat Jawa untuk pria yang bermotif lurik (garis gelap dan terang), yang merupakan hasil karya Sunan Kalijaga. Sehingga desain lahan gambut dalam sistem Surjan tampak seperti bergaris terang dan gelap jika dilihat dari kejauhan. Dengan kondisi lahan gambut yang sering tergenang air, Peat-IMPACTS menilai bahwa sistem Surjan adalah pendekatan yang paling cocok diterapkan di Desa Sungai Radak Dua.
Sistem Surjan menawarkan lebih banyak variasi komoditas pertanian yang dapat ditanam pada bagian gundukan, serta memungkinkan integrasi dengan budidaya perikanan air tawar di bagian cekungan (kanal atau parit) pada lahan gambut. Pendekatan ini dapat menjadi solusi efektif bagi masyarakat dalam memanfaatkan lahan gambut sekaligus membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan iklim. Selain meningkatkan produktivitas lahan, sistem ini juga membuka peluang penghidupan baru bagi masyarakat setempat.
Melalui program Peat-IMPACTS, yang diprakarsai oleh ICRAF Indonesia, didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jerman melalui Inisiatif Iklim Internasional (IKI), Desa Sungai Radak Dua telah berhasil membangun demo plot agro- silvo-fishery seluas 0,5 hektare hanya dalam tempo lima bulan, sejak november 2023. Pemerintah desa juga berkomitmen penuh dalam program ini dengan mengembangkan lahan tambahan seluas 15 hektare, dengan target total pengembangan mencapai 40 hektare.
Program Peat-IMPACTS juga menyelenggarakan pelatihan intensif bagi petani mengenai sistem agro-silvo-fishery dalam upaya mendukung keberhasilan dan keberlanjutan penerapannya. Sementara pada prosesnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kubu Raya memberikan dukungan pengujian kualitas air gambut agar kanalnya dapat dikembangkan untuk perikanan.
Buang Widiyanto, Kepala Desa Sungai Radak Dua, menegaskan tekad masyarakat desanya untuk terus memperluas program ini. Sebagai Kepala Desa, Buang berupaya dengan maksimal untuk bisa melanjutkan apa yang sudah diinisiasi oleh Peat-IMPACTS di desanya. Ia beserta para petani secara bertahap melakukan perluasan pembangunan demo plot pada lahan seluas 40 hektare yang dimiliki oleh desa. Lahan ini nantinya akan dikelola oleh para petani desanya, dengan pembagian yang merata.
Perluasan pembangunan lahan demo plot tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit. Buang pun berinisiatif memaksimalkan penggunaan dana desanya dengan menyewa ekskavator bagi pembangunan gundukan dan kanal-kanal yang dibutuhkan. “Pembukaan lahan yang dimulai tahun lalu kini menunjukkan hasil dan kami berkomitmen untuk memperluas sistem agro-silvo- fishery dengan memanfaatkan dana desa serta ke depannya akan ada dukungan dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kubu Raya serta Provinsi,” ujar Buang.
Peningkatan Produktivitas dan Kesejahteraan
Sebelumnya, masyarakat Desa Sungai Radak Dua bahkan tidak tahu bagaimana harus mengelola lahan desa yang mereka miliki. Lahan tersebut sering tergenang saat musim kemarau dan banjir selalu datang setiap musim penghujan tiba, akibat tersumbatnya kanal-kanal. Selain itu, masyarakat juga seringkali menghadapi serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan menurunnya produksi pertanian.
Hadirnya demo plot agro-silvo- fishery di Desa Sungai Radak Dua, tidak hanya menawarkan harapan baru bagi masyarakatnya, tetapi juga menciptakan model pengelolaan lahan gambut yang adaptif terhadap perubahan iklim. Dengan mengatur tata kelola air pada lahan yang tergenang, pendekatan agro-silvo-fishery ini diharapkan menjadi solusi untuk tantangan pengelolaan lahan gambut, memungkinkan ketahanan pangan, dan tambahan pendapatan dari berbagai tanaman. Di mana integrasi pertanian, kehutanan, dan perikanan, dengan sistem Surjan ini tidak hanya membantu mengatasi banjir dan memperbaiki drainase, tetapi juga meningkatkan ketahanan ekosistem dan hasil produksi pertanian.
Puji Syaputri, petani perempuan Desa Sungai Radak Dua, mengungkapkan rasa syukurnya atas manfaat yang diperolah melalui program Peat-IMPACTS. “Kami tidak hanya diajarkan cara bertani yang aman dan sehat (tidak merusak lingkungan), juga pembuatan pupuk organik dari sisa sayuran rumah tangga, dan cara membuat pakan ikan dari maggot. Semua ini merupakan hal baru yang sebelumnya tidak kami ketahui, sehingga program ini sangat membantu kami,” ujar Puji.
Selama periode 2021 hingga 2024 pelaksanaan program Peat- IMPACTS di desa mereka, Puji merasa program tersebut telah membawa dampak yang nyata. Ia berharap agar program ini tidak berakhir begitu saja, sehingga desanya dapat terus lebih maju dan sejahtera.
Senada dengan Puji, M. Dalil, petani Desa Sungai Radak Dua, juga tak bisa menyembunyikan rasa bangga dan bahagianya. Desa kecilnya menjadi percontohan dalam program Peat-IMPACTS yang telah membuka wawasan baru bagi para petani, terutama dalam pengelolaan lahan dan pembuatan pupuk. Dalil juga berharap agar program ini terus berlanjut, karena ia melihat potensi besar bagi desanya untuk berkembang, khususnya dalam budidaya buah-buahan seperti durian dan juga sayuran yang saat ini sudah mulai ditanam.
Dalil mengungkapkan bahwa sebelumnya para petani sering mengalami kesulitan menanam sayur akibat banjir yang melanda lahan mereka, yang berimbas pada melambungnya harga sayur di pasaran. Namun, dengan penerapan sistem Surjan, para petani kini bisa menanam sayur di gundukan lahan, sementara cekungan atau kanal di sekitarnya digunakan untuk budidaya ikan air tawar, seperti ikan gabus, gurame, nila, dan lele.
Potensi Ekowisata dan Agrowisata
Perikanan memiliki potensi besar di Desa Sungai Radak Dua. Selain manfaat langsung bagi para petani, desa ini juga mulai melihat potensi besar dalam sektor ekowisata. Pemancingan dan agrowisata menjadi peluang yang akan dikembangkan, dengan memanfaatkan kanal dan demo plot agro-silvo-fishery yang menarik perhatian pengunjung. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian desa sekaligus memperkuat daya tarik wisata berbasis lingkungan.
Hanya saja, masih ada tantangan yang perlu diatasi, salah satunya adalah tingginya tingkat keasaman air gambut di wilayah tersebut. Para petani masih harus terus belajar dan mencari cara yang efektif untuk menetralkan keasaman air, agar hasil budidaya bisa lebih optimal.
Dukungan dan Kolaborasi untuk Keberlanjutan
Program Peat-IMPACTS di Desa Sungai Radak Dua mendapat apresiasi luas dari berbagai pihak, khususnya dari Pemerintah Daerah Kubu Raya. Feri Johana, Koordinator Peat-IMPACTS ICRAF Indonesia, menyebut bahwa desa ini memiliki potensi besar menjadi model percontohan dalam pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Kalimantan Barat, khususnya Kubu Raya. “Kami berharap desa ini menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengikuti jejaknya, sehingga peningkatan kesejahteraan melalui integrasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dapat dicapai,” kata Feri.
Pada Agustus 2024, Maike Elizabeth Lorenz, Kepala Divisi Iklim & Lingkungan dari Kedutaan Besar Jerman, mengunjungi desa ini sebagai bagian dari evaluasi program. Maike sangat terkesan dengan kolaborasi antara pihak desa, Peat-IMPACTS, dan pemerintah setempat.
“Saya sangat senang melihat kolaborasi semua pihak di sini. Adik-adik dari SMK Pertanian juga memanfaatkan demo plot sebagai media pembelajaran. Selain demo plot yang dibangun oleh Peat-IMPACTS dengan dana dari Pemerintah Jerman, desa juga telah berkontribusi mendanai perluasan kebun secara mandiri. Ini menunjukkan bahwa proyek ini sudah berkelanjutan dan memiliki dampak yang lebih besar,” ujar Maike.
Perwakilan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Barat, yang turut hadir bersama Maike, menyatakan komitmen dan dukungan mereka terhadap keberlanjutan agro-silvo-fishery di Sungai Radak Dua. Mereka akan berupaya mengalokasikan dukungan yang diperlukan dalam anggaran pemerintah tahun berikutnya. Dinas Kelautan dan Perikanan Kubu Raya, misalnya, berkomitmen untuk terus memberikan bantuan serta mencari solusi untuk mengatasi tingkat keasaman air di kanal gambut.
Dengan keberhasilan Desa Sungai Radak Dua dalam mengembangkan agro-silvo-fishery, hal ini nantinya tidak hanya akan mengubah nasib petani lokal, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran strategis bagi pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Desa ini diharapkan dapat menginspirasi desa-desa lain, khususnya di Kalimantan Barat dan Indonesia secara umum, untuk menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inovasi dan kolaborasi.
Comments are closed