Kebun dapur di lahan asam, solusi cerdas iklim di Muara Sugihan

Kebun dapur di lahan asam

solusi cerdas iklim di Muara Sugihan


Di lahan gambut Muara Sugihan, sekelompok perempuan dengan semangat memanen bayam, kacang panjang, oyong, dan sayuran lainnya. Lebih dari sekadar menanam bahan pangan, mereka sesungguhnya sedang menumbuhkan harapan akan ketahanan pangan yang lebih mandiri dan ramah lingkungan. Di balik kesederhanaan kebun yang mereka bangun, tersimpan strategi cerdas iklim untuk menghadapi tantangan pangan di tengah krisis gizi dan ekologi di Indonesia.

Tidak mudah berkebun di desa Daya Murni. Salah satu desa dalam kawasan hidrologis gambut Muara Sugihan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ini terkenal dengan tanahnya yang asam (pH 4,5). Pada musim kemarau, kadar air tanah begitu rendah sehingga air laut di wilayah pesisir merembes masuk ke dalam lapisan tanah, meningkatkan kadar garam sehingga air menjadi asin dan tidak dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Sementara pada musim hujan, beberapa lahan menjadi tergenang akibat curah hujan yang tinggi.

Di tengah kondisi tersebut, beberapa petani tetap bertekad untuk mendirikan kebun dapur demi menguatkan ketahanan pangan rumah tangga mereka. Kebun dapur adalah kebun yang ditanami beragam tanaman yang dapat menjadi sumber pangan keluarga. Lokasinya di dekat rumah, biasanya di pekarangan, guna memudahkan akses keluarga pada sumber pangan.

“Perlu setidaknya satu tahun, sampai akhirnya kebun dapur
ini berhasil dikelola. Proses pengolahan lahannya memerlukan sekitar 70 karung arang sekam, dan lebih dari 20 karung pupuk organik agar penambahan nutrisi pada tanah menjadi sempurna”, ujar Samuji, salah satu anggota kelompok kebun dapur Desa Daya Murni.

Dalam membangun kebun dapur, para petani di Daya Murni didampingi oleh CIFOR-ICRAF Indonesia di bawah riset-aksi Land4Lives, yang didukung oleh pemerintah Kanada. Land4Lives bertujuan menguatkan ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat rentan, terutama perempuan, di hadapan tantangan perubahan iklim. Salah satu kegiatannya ialah menginisiasi kebun dapur komunal yang dikelola bersama-sama secara sukarela oleh masyarakat di 12 desa pilot di Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin.

Manfaat yang ditawarkan oleh kebun dapur membuat beberapa warga di Daya Murni, yang tergabung dalam kelompok dampingan Land4Lives, tergerak untuk membuat kebun dapur komunal di desa mereka. Dengan kondisi tanah yang asam, memperbaiki struktur tanah menjadi prioritas.

Para petani di Daya Murni melakukannya dengan menambahkan pupuk organik. Selain biayanya relatif murah, bahan-bahan yang digunakan juga mudah didapatkan dan lebih ramah lingkungan. Penggunaan pupuk organik dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, yang dihasilkan oleh sektor pertanian akibat penggunaan pupuk kimia. Selain itu, pupuk organik juga dapat menyediakan nutrisi dan habitat bagi mikroorganisme tanah yang bermanfaat, yang memiliki peran penting dalam siklus nutrisi dan kesehatan tanah.

Kerja keras para petani selama satu tahun telah membuahkan hasil. Kebun dapur komunal di desa Daya Murni ditanami berbagai jenis sayuran seperti bayam, terong, cabai, kacang panjang, oyong, sawi dan beberapa jenis buah-buahan seperti pisang dan pepaya. Selain sebagai sumber pangan, kebun dapur juga ditanami dengan beberapa jenis tanaman yang berfungsi sebagai apotek hidup. Keberagaman bahan pangan dalam kebun dapur ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga di desa.

“Hasil panen dari kebun dapur membantu saya memenuhi kebutuhan sayur harian di rumah,” kata Suerna, anggota kelompok kebun dapur di Daya Murni. “Biasanya saya harus menunggu tukang sayur keliling atau hari pasar yang hanya seminggu sekali untuk memasok sayur-mayur, tetapi sekarang saya bisa panen lebih sering dari kebun dapur.”

Kebun dapur dan ketahanan pangan

Ketahanan pangan dapat dicapai jika setiap orang memiliki akses fisik maupun ekonomi terhadap bahan makanan yang cukup, aman dan sesuai dengan kebutuhannya setiap saat (FAO). Hal ini ditentukan oleh ketersediaan pangan, akses, pemanfaatan dan stabilitas pasokan serta terkait dengan ketahanan mata pencaharian. Berdasarkan laporan Neraca Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Badan Pangan Nasional (2018-2020), pangan strategis Indonesia saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh produksi di dalam negeri.

Sejumlah pangan utama seperti beras, jagung, kedelai, dan daging sapi masih dipenuhi dengan cara mengimpor bahan pangan dari negara lain sehingga menyebabkan kondisi pangan nasional dipengaruhi oleh produksi pangan negara importir. Kondisi ini dapat diperparah dengan rendahnya diversifikasi pangan dunia yang mengindikasikan tingginya ketergantungan atas komoditas pangan tertentu, seperti padi-padian (serealia), gula dan minyak nabati.

Rendahnya diversifikasi pangan ini juga mengakibatkan berbagai permasalahan gizi di masyarakat. Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan besar di Indonesia, tak terkecuali di Sumatera Selatan, provinsi dengan produksi beras terbesar ke-4 di Indonesia pada tahun 2024. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, Provinsi Sumatera Selatan memiliki presentase kasus balita stunting sebesar 20,3%, balita wasting sebanyak 9,7%, dan gizi lebih pada dewasa sebesar 30,4%.

Di tengah situasi ini, kebun dapur hadir sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan ketersediaan serta akses pangan bagi masyarakat pada tingkat tapak. Kebun dapur dirancang agar masyarakat dapat lebih mudah menjangkau pangan yang beragam, bergizi, dan aman. Beberapa bahan makanan yang tinggi vitamin A dan folat seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, dan buah-buahan yang dikembangkan di kebun dapur dapat membantu mencegah anemia dan mendukung pola makan yang sehat. Lebih dari itu, kegiatan di kebun dapur dapat mendorong semangat kebersamaan dalam mewujudkan ketahanan pangan keluarga dari tingkat tapak.

Anggota kelompok lainnya, Darmiasih, menceritakan bahwa kebun dapur telah mendorong pola makan sehat di rumah tangga. “Melalui kegiatan di kebun dapur, ibu-ibu jadi lebih perhatian terhadap kebutuhan isi piringku di rumah. Kegiatan ini juga mendorong anggota kelompok untuk mengembangkan kebun dapur di pekarangan rumah masing-masing,” ujarnya.

“Selain itu, ibu-ibu juga diajarkan praktik pembuatan pestisida nabati untuk menanggulangi hama dan penyakit di kebun, sehingga sayur yang dimasak aman dari pestisida dan lebih sehat untuk keluarga”, ia menambahkan.

Cerita dari Daya Murni menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan proses transformasi yang melibatkan berbagai elemen. Dalam konteks ketahanan pangan, upaya yang dilakukan tidak terbatas pada pembukaan lahan untuk pertanian satu jenis komoditas semata, tetapi juga berhubungan dengan peningkatan produksi dan akses sumber daya pangan yang lebih beragam seperti sayuran, buah-buahan serta sumber protein.

CATEGORIES:

Artikel

Comments are closed