
Pojok Anak
upaya sederhana untuk libatkan perempuan dalam ekonomi hijau
Pri fokus mengikuti pelatihan pertanian cerdas iklim di Desa Mendis Jaya, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Putranya yang berusia 4 tahun asyik bermain dan menggambar di pojok anak yang disediakan oleh CIFOR-ICRAF Indonesia. Perempuan 40 tahun itu mengaku sudah lama sejak ia dapat mengikuti pertemuan di desa dengan tenang.
“Aku kalau ada pertemuan di desa jarang ikut, bawa bocah cilik ngerepotin, bentar-bentar minta pulang. Tapi di pelatihan ICRAF ini ada pojok anak jadi anakku bisa main dan menggambar, jadi aku pun agak tenang mengikuti kegiatan,” kata Pri.
Pojok anak selalu dihadirkan oleh CIFOR-ICRAF Indonesia dalam setiap kegiatan riset-aksi Land4Lives di desa, dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Kanada. Anak-anak diberikan alat menggambar dan mewarnai, cemilan sehat, dan mainan supaya mereka ‘sibuk sendiri’, membiarkan para ibu berkegiatan dengan tenang.
“Saya merasa terbantu,” kata Sri Bawon, ibu dua anak dari Desa Jalur Mulya.
Ide untuk membuka pojok anak muncul ketika tim CIFOR-ICRAF di Sumatera Selatan mengadakan kegiatan bersama kelompok-kelompok wanita tani di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Saleh Sugihan dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Lalan Mendis. Keharusan mengasuh anak selama kegiatan berlangsung membuat banyak ibu kewalahan, bahkan tidak sedikit peserta yang terpaksa pulang sebelum kegiatan usai karena anaknya merengek dan menangis. Pojok anak adalah inisiatif sederhana namun penting untuk mengatasi salah satu hambatan struktural yang dihadapi perempuan ketika hendak berperan serta dalam pertumbuhan ekonomi hijau.
Kesetaraan dan keadilan gender menjadi isu strategis yang perlu mendapat perhatian, mengingat perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan yang menjadi landasan bagi pentingnya kesetaraan peran dalam ekonomi hijau.
Peran perempuan dalam pertumbuhan ekonomi hijau tidak boleh diremehkan. Di Sumatera Selatan, salah satu provinsi penghasil karet, kopi, dan kelapa sawit terbesar di Indonesia, perempuan banyak berperan dalam ranah produktif. Contohnya di Desa Pelaju, perempuan terlibat dalam mengelola kebun karet seperti menderes, membersihkan gulma, dan memupuk. Di Desa Ganesha Mukti, perempuan membantu menggarap sawah, menyemai bibit, membersihkan gulma, memupuk, dan melakukan penyemprotan. Di tengah semua kesibukan itu, perempuan juga masih menanggung banyak pekerjaan rumah tangga.
Pekerjaan seperti memasak makanan bagi keluarga, mengasuh, merawat dan mendidik anak, menjaga kesehatan anak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan memastikan kecukupan kebutuhan keluarga cukup menyita waktu sehingga kerap menghambat perempuan dalam melibatkan diri di kegiatan selain kegiatan domestik.
Selain itu, anggapan di masyarakat bahwa pekerjaan perempuan di lahan pertanian sekadar membantu dan bukan pekerjaan utama membuat perempuan jarang diajak untuk terlibat dalam kegiatan pelatihan maupun forum publik.
Pojok anak yang disediakan CIFOR-ICRAF dalam kegiatan Land4Lives telah membantu meningkatkan keterlibatan para wanita tani dalam berbagai aktivitas pengelolaan bentang lahan berkelanjutan. Namun, ini belumlah cukup. Masih perlu komitmen dan dukungan berbagai pihak dalam menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak dan perempuan secara berkesinambungan.
Dukungan bisa datang dari ayah/suami berupa kesediaan untuk berbagi peran dalam ranah domestik. Dukungan juga dapat berbentuk ruang khusus perempuan bagi yang menyusui dan ruang bermain anak pada setiap ruang publik. Dan yang terpenting, memberi perempuan kesempatan untuk menyuarakan pendapat atau aspirasi dalam forum publik serta meningkatkan kapasitas dirinya.
Dengan demikian, kontribusi perempuan terutama para wanita tani dapat meningkat dan berdampak positif bagi pencapaian tujuan dalam perencanaan pembangunan ekonomi hijau di Sumatera Selatan.
Sinta Damayanti, Andi Prahmono, dan Iskak Nungky Ismawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
No responses yet