Inspirasi dari Lahan Gambut: Kisah Seorang Petani Pelopor Pertanian Cerdas Iklim di Desa Gambut, Sumatera Selatan

Oleh: Andi Prahmono

Meski hanya sejengkal tanah, jika dikelola dan ditanami dengan cara yang tepat, akan menghasilkan dan bermanfaat bagi kehidupan. Demikianlah filosofi Pak Tuwon, anggota kelompok belajar Karya Tani di Desa Ganesa Mukti, Kecamatan Muara Sugihan Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Semangat belajarnya telah menginspirasi banyak petani lain untuk meningkatkan penghidupan mereka dari lahan gambut.

Hampir semua areal pertanian di Ganesa Mukti adalah lahan gambut, yang sebenarnya bukan pilihan favorit untuk lahan pertanian. Karakteristiknya yang asam karena selalu tergenang air menghambat penyerapan unsur hara dan membuat banyak tanaman sulit untuk tumbuh dengan baik. Dan kendati dapat menyimpan banyak air, gambut juga mudah kering di musim kemarau. Gambut yang kering sangat mudah terbakar, dan kebakaran gambut sulit dipadamkan karena apinya seringkali berada di bawah permukaan tanah.

Meski begitu, masih banyak warga Ganesa Mukti yang menggantungkan penghidupan mereka pada pertanian. Pada umumnya mereka menanam komoditas musiman, seperti padi dan jagung. Penyiapan lahan bisa dilakukan dengan cara membakar, praktik yang disebut sonor oleh masyarakat setempat, kemudian lahan ditanami benih padi dengan cara ditebar langsung (tabela). Untuk menghalau hama, mereka menggunakan herbisida. Terpikir oleh Pak Tuwon bahwa cara bertani seperti ini barangkali tidak berkelanjutan, karena kurang memperhatikan daya dukung lingkungan.

Dan ternyata para petani di Ganesa Mukti kurang siap menghadapi dampak perubahan iklim. Cuaca yang semakin panas menyebabkan tanaman semakin rentan terhadap penyakit, dan populasi hama meledak. Serangan penyakit pada tanaman padi yang terjadi di tahun 2024 menyebabkan penurunan produksi padi sekitar 60% hingga 100%, menurut petani setempat. Banyak petani yang melaporkan bahwa mereka tidak bisa memanen padinya karena serangan penyakit blast atau masyarakat setempat menyebutnya penyakit patah leher.

Guludan

Sejak tahun 2023 ICRAF Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak melalui kegiatan riset-aksi Land4lives, mengajak masyarakat untuk menerapkan praktik pertanian cerdas iklim sebagai Upaya menekan dan mengurangi dampak perubahan iklim tersebut. Program Land4lives mendorong semua pihak untuk terlibat mewujudkan penghidupan yang tangguh iklim.

Pak Tuwon termasuk salah satu petani yang pertama berpartisipasi. Kelompok belajarnya, Karya Tani Desa Ganesha Mukti blok B, merupakan salah satu kelompok yang sangat aktif untuk mengikuti rangkaian kegiatan dan praktik pertanian cerdas iklim yang dilakukan oleh ICRAF. Pak Tuwon bahkan menjadikan lahannya untuk dijadikan tempat praktik dan belajar bersama anggota kelompok yang lain.

”Saya ingin membuktikan kalau lahan gambut dapat ditanami beragam tanaman menjadi kebun campur yang menghasilkan,” katanya kepada Kiprah Agroforestri.

Lahan seluas 0,25 ha yang awalnya dipenuhi semak belukar dan seperti hutan, disulap Pak Tuwon menjadi kebun dengan beraneka jenis tanaman. Pohon- pohon yang tidak produktif dia tebas, begitu pula rumput dan tanaman liar lainnya. ’Sampah’ itu tidak dibuang begitu saja, tapi ditumpuk pada titik tanam kemudian ditimbun dengan tanah sampai tingginya sekitar 60-70cm dari permukaan tanah. Gundukan yang disebut guludan itu menjadi media tanam.

Pembuatan guludan atau disebut dengan huggel culture, merupakan metode yang tepat dilakukan pada lahan gambut yang dipengaruhi oleh pasang- surut air sungai. Jika penanaman tidak melalui metode seperti ini, maka bibit yang langsung ditanam akan mengalami kematian karena terendam air saat musim hujan.

Foto Guludan untuk penanaman di area gambut

Karya Tani

Kelompok belajar Karya Tani yang dipimpin Pak Tuwon beranggotakan sekitar 40 orang, 70% anggotanya (sekitar 28 orang) adalah petani perempuan. Anggota kelompok, baik perempuan dan laki-laki, bersama membangun kebun belajar kelompok. Mereka belajar bersama untuk membuat kompos, menanam, dan teknis budidaya pertanian cerdas iklim lainnya.

Sebagian besar anggota perempuan di kelompok belajar Karya Tani membangun kebun dapur sebagai ruang praktik untuk mencukupi pangan dan gizi keluarga. Kebun dapur ini juga merupakan kegiatan yang didorong ICRAF melalui Land4lives.

Bersama mahasiswa dari Universitas Sriwijaya Palembang melalui program Merdeka Belajar

Kampus Merdeka (MBKM), Kelompok belajar Karya Tani membuat kompos dengan kapasitas sekitar 1 ton dengan bahan utama jerami padi yang dicampur dengan kotoran sapi, batang pisang, daun bambu dan rerumputan di sekitar lokasi.

Pembuatan kompos ini dilakukan langsung pada lokasi kebun belajar, dengan tujuan untuk membuat pupuk dasar yang dapat digunakan saat penanaman bibit. Pembuatan kompos yang berhasil, kemudian digunakan untuk penanaman bibit buah- buahan yang dilakukan pada 20 Juli 2024 lalu dengan melibatkan anggota kelompok belajar Karya Tani dan perwakilan dari anggota kelompok belajar dari desa lainnya.

Kebun Belajar

Pada lahan Pak Tuwon yang disebut sebagai Kebun Belajar Agroforestri Cerdas Iklim (KBACI), telah ditanami berbagai jenis tanaman buah-buahan seperti durian, alpukat, mangga, kelengkeng, dan jambu biji. Selain tanaman buah, ada pula tanaman lainnya seperti merica, Talas Bogor, pisang, kapulaga, dan beberapa jenis sayuran.

Pak Tuwon berkata, melihat pertumbuhan tanaman yang ada saat ini dan kondisi kebunnya yang berangsur-angsur menjadi terkelola dengan baik, dia dan anggota kelompok belajar menjadi semakin bersemangat untuk terus mengikuti setiap kegiatan Land4Lives. Bagaimana tidak, mereka melihat sendiri ketika Pak Tuwon memanen kacang panjang sebanyak hampir 25 kg hanya dengan menanam beberapa batang saja di kebun belajarnya.

Saat ini sudah ada lima kebun belajar di Desa Ganesha Mukti dan sudah ada beberapa orang yang akan mengadopsi sistem kebun campur atau agroforestri ini. Melalui contoh yang sudah ada, masyarakat desa menyadari bahwa dengan lahan yang sempit pun jika dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan produksi yang cukup untuk kebutuhan rumah tangga.

Foto Kegiatan penanaman bibit buah

Pencapaian yang sudah dirasakan hingga kini, membuat Pak Tuwon tidak bosan-bosannya selalu mengajak warga sekitar desanya untuk senantiasa menggarap setiap jengkal tanah agar bisa menghasilkan dengan optimal. Praktik pertanian cerdas iklim ini bisa membuka wawasan masyarakat bahwa mengelola lahan gambut itu sudah semestinya dilakukan dengan teknis budidaya yang tepat.

”Kalau sembrono, perlahan- lahan tanah garapan masyarakat akan menjadi kritis karena terlalu banyak bahan sintetis yang dimasukkan ke lahan mereka,” kata Pak Tuwon.

Ketika ditanya tentang harapannya, dia menjawab bahwa dia bercita-cita supaya lahan kelompok belajar Karya Tani ini dapat menjadi rujukan atau media belajar tentang kebun campur (agroforestri) di Muara Sugihan dan daerah sekitarnya.

Foto Kegiatan penanaman bibit buah

CATEGORIES:

Artikel

Comments are closed

Pencarian

Bagikan