
Menumbuhkan kemandirian
Rumah benih sayur berbasis komunitas untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan gizi keluarga
Sejak mengadopsi kebun dapur di pekarangan rumahnya beberapa waktu lalu, Sajerah, seorang petani di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, mengaku jarang membeli benih di pasar.
Perempuan itu menyediakan benih sendiri untuk kebun pekarangannya dari tanaman sayur-mayur lokal yang sudah terbukti dapat tumbuh sehat dan produktif. Dengan begitu, dia memastikan benih-benih tersebut cocok dengan kondisi iklim dan tanah di pekarangannya.
Ide untuk menghasilkan benih secara mandiri muncul setelah Sajerah mengikuti kegiatan pertanian cerdas iklim yang diinisiasi oleh CIFOR-ICRAF Indonesia dalam riset-aksi Land4Lives, dengan dukungan dari pemerintah Kanada. Awalnya, dia memperbanyak benih terong yang dia dapatkan dari seorang tetangganya. Setelah ditanam, ternyata benih tersebut menghasilkan buah terong yang berkualitas.
Menurut Sajerah, tanaman yang dibenihkan sendiri dapat menghasilkan panen dalam periode lebih lama, bahkan masih bisa menghasilkan buah dan sayuran sampai kurun waktu satu tahun. Sementara, benih yang dibeli di pasar hanya bisa tumbuh dan menghasilkan sampai enam bulan saja.
“Pada saat pertama mengelola kebun pekarangan ini, saya membeli benih di pasar. Namun setelah selesai musim panen harus membeli lagi benih baru. Benih yang dibeli di pasar hanya bisa ditanam untuk satu kali musim tanam saja,” ujar Sajerah ketika ditemui di rumahnya di desa Maggenrang.
Selain itu, dia menambahkan, benih-benih tersebut juga memerlukan perawatan
khusus. Mereka cenderung rentan terhadap gangguan hama dan penyakit, sehingga perlu disemprot pestisida sintetik. “Banyak biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan ini,” kata Sajerah.

Cara pembenihan sederhana
Ketersediaan benih unggul merupakan salah satu tantangan dalam mengelola kebun dapur. Banyak petani mendapatkannya dengan cara membeli dari pasar. Namun, sesungguhnya benih tanaman pangan dapat diperbanyak secara sederhana dengan memperhatikan pengetahuan lokal yang umum dipraktikkan oleh petani secara turun temurun.
Sumber benih yang akan diperbanyak dipilih dari tanaman yang sehat dan menghasilkan buah yang melimpah. Kemudian, buah yang sudah masak sempurna dipanen dan diambil benihnya untuk diperbanyak. Benih tersebut diberi perlakuan dengan direndam dalam air selama beberapa jam sampai ada pemisahan antara benih yang terapung dengan benih yang tenggelam. Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas benih.
Benih yang terapung dibuang, sedangkan yang digunakan hanya benih-benih yang tenggelam. Benih yang tenggelam merupakan indikator sederhana dari kualitas yang baik.
Selanjutnya, benih yang sudah diseleksi tersebut dikeringkan dan disimpan untuk musim tanam berikutnya. Oleh karena itu, praktik sederhana pemilihan benih ini, meskipun sering tidak disadari, sejatinya merupakan bentuk pemuliaan tanaman untuk menghasilkan benih yang tidak hanya produktif tetapi juga sesuai terhadap kondisi iklim dan tanah setempat.
Dengan menyediakan benih-benih secara mandiri, petani punya opsi alternatif selain benih hibrida yang dijual di pasaran. Endro Prasetiyo, asisten riset lapangan CIFOR-ICRAF Indonesia di Sulawesi Selatan, menjelaskan bahwa benih hibrida yang biasa diperoleh petani dari toko punya kelebihan dan kekurangan.
“Kelebihannya adalah unsur praktis, benih yang dibeli siap semai. Namun kekurangannya adalah harga yang tergolong mahal dan pilihan jenisnya terbatas,” ujarnya.
Menurut Endro, memproduksi benih sendiri dapat menjadi pilihan bagi masyarakat dalam mengatasi kekurangan yang terdapat pada benih yang diperoleh di toko.
Rumah benih sayuran untuk kemandirian
Produksi benih secara mandiri adalah bagian dari kegiatan pertanian cerdas iklim yang diinisiasi oleh CIFOR-ICRAF Indonesia melalui riset-aksi Land4Lives. Di desa Massila, Bone, Land4lives bekerja sama dengan kelompok tani untuk membangun rumah benih sayuran guna menyediakan bibit unggul bagi kebun dapur.
Rumah benih yang dikelola secara komunal ini memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai tempat untuk bersama-sama menyediakan benih sayuran unggul. Kedua, sebagai forum bagi para anggota untuk saling berinteraksi dan berbagi ilmu tentang praktik baik menyediakan benih sendiri.
Rumah benih di Desa Massila fokus pada penyediaan benih-benih sayuran yang umum dikonsumsi warga. Jenis sayurannya meliputi cabai, terong, tomat, kacang panjang, sawi, dan bayam. Terdapat pula jenis sayuran lokal yang jarang ditemui di daerah lain, yaitu kacang kacce (biji kas kas). Benih sayuran berkualitas yang telah disortir kemudian dibagikan kepada anggota kelompok untuk ditanam di lahan garapan milik mereka.

Dengan adanya rumah benih tersebut warga desa dapat memperoleh berbagai benih sayuran berkualitas secara lebih ekonomis. Hal ini turut berkontribusi dalam pemenuhan asupan sayuran yang beragam dan bergizi (asupan serat, vitamin, protein, dan mineral) bagi keluarga petani di desa tersebut.
Setelah setahun berjalannya kegiatan pendampingan kebun dapur di Desa Massila, hampir semua anggota kelompok mulai menanam sayuran di pekarangan rumahnya masing-masing dan tidak sepenuhnya bergantung pada pasar.
“Sebagian sudah dapat diperoleh dari pekarangan sendiri, sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran rumah tangga,” kata Nilma, ketua kelompok tani perempuan di desa Massila.
Kendalikan benih, kendalikan pangan
Benih dari tanaman lokal yang dipilah dan disiapkan secara mandiri dapat menyediakan akses bagi masyarakat terhadap sumber pangan. Dalam arti lain, masyarakat mempunyai pilihan untuk ikut aktif dalam pemenuhan pangan rumah tangga. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh seorang aktivis lingkungan dari India, Vandana Shiva: “When you control seed, you control food” (Dengan mengendalikan benih, masyarakat mengendalikan pemenuhan pangannya sendiri).
Setelah para anggota kelompok memahami cara memperbanyak benih secara mandiri, maka langkah selanjutnya adalah masing-masing anggota akan mampu memperbanyak benih sayurannya sendiri dari kebun pekarangan mereka, agar kebutuhan benih dapat terus tersedia.
Saat ini, sudah ada beberapa anggota kelompok yang mulai menanam sayuran dari benih yang diperbanyak sendiri. Harapannya, praktik baik seperti ini dapat disebarluaskan kepada kelompok masyarakat di tempat-tempat lain melalui kolaborasi bersama pihak-pihak terkait, agar dapat mendukung upaya pemenuhan gizi rumah tangga dan mewujudkan masyarakat yang mandiri pangan.
Comments are closed